IBUKU
By
amieoppe
Setiap
kali aku mendapatkan rejeki, aku pasti teringat akan kamu. Rutinitas yang
selalu aku dan kamu lakukan bersama sampai detik ini masih terngiang dalam
benakku. Jalan-jalan, makan bersama atau hanya sekedar bertemu dan bercerita serta
berkeluh kesah. Semua masih jelas di pelupuk mata. Senyumanmu...ah..ibu..tanpa
terasa air mataku berlinang saat kenangan bersamamu muncul.
Apalagi
hari ini, saat aku menerima sms dari bank, jika rekeningku nominalnya
bertambah. Alhamdulillah...langsung saja aku buru-buru bergegas meraih helmku
dan kupanggil anakku. “kak..mau ikut mimi ga?” teriakku.
“kemana
mi?”
“Udah
naik aja, yuk..”
Lalu
kami berdua langsung naik sepeda motor. Di tengah perjalanan, ku bayangkan abis
ini ke rumah ibu dulu jemput beliau, lalu kita jalan-jalan terus beli soto
kesukaanku dan ibu. Tapi tiba-tiba...IBU ? kuberhentikan motorku dan,
Astaghfirllah...
“Kenapa
mi kok berhenti?” tanya si kakak
“
Nggak..nggak apa-apa, mimi Cuma lupa nanya kakak mau makan dimana.” Jawabku
menutupi kegugupanku.
“
Terserah mimi, kakak iku aja.”
“
Okelah kalau begitu, Bismillah yuk...”
Setelah
memesan makanan yang kami milih, kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
Hal ini sudah kesekian kalinya terjadi. Aku masih lupa jika ibuku telah pergi.
Kami begitu menyanyanginya, tapi Allah lebih menyanyangi beliau dan
mengambilnya dari kami. Sosok ibu begitu berperan bagi anak-anaknya, terlebih
bagiku. Beliau bukan wanita biasa. Beliau adalah sosok wanita yang kuat dan
gigih. Tanpa beliau mungkin kami anak-anaknya belum bisa seperti ini.
Perjuangan ibu untuk kehidupan keluarga kami begitu luar biasa. Ibuku adalah
wanita bekerja yang tidak pernah lupa akan kondratnya sebagai istri dan ibu
rumah tanggah. Ibu bekerja pada perusahaan BUMN yang menuntut segala pikiran
dan tenaga yang luar biasa. Berangkat pagi, sebelum kami anak-anaknya berangkat
ke sekolah dan suaminya ke kantor. Ayahku seorang abdi negara yang dengan sabar
mendampingi istrinya. Hal yang paling teringat padaku adalah, pesan yang selalu
beliau sampaikan pada anak-anaknya khususnya anak perempuan. Menurut beliau,
cah wedhok ki ora mung nyadong wong lanang ( perempuan itu jangan hanya meminta
sama laki-laki / suami ) perempuan itu harus pintar, bisa bekerja membantu
suami. Karena menurut beliau, seorang ibu adalah menjadi akar dalam suatu
keluarga. Kalau ibunya pintar, minimal urusan dalam rumah tangga bisa terurus
dengan baik. Apalagi di tambah suami yang sholeh nduk...insyAllah uripmu
makmur. Aamiin...jawab kami serempak waktu itu. Ibu biasa berkomunikasi dengan
kami anak-anaknya saat beliau menemani kami belajar sambil beliau beberes
urusan rumah yang baru bisa beliau handel selepas pulang kantor.
Kebiasaan yang tak pernah kami lupa
lagi, saat kami makan. Ibu berusaha memehui gizi kami , anak-anaknya yang
berjumlah 7 orang. Kalau liat telor asin sampai sekarang suka nangis sendiri.
Karena ibu biasa memotong telor asin menjadi 4 bagian agar cukup untuk ketujuh
anaknya dan semua keluarga. Di tambah sayur bayam yang biasa ibu petik di
belakang rumah. Orang tuaku, baik ayah dan ibu mengajarkan kami anak-anaknya,
bahwa sekolah itu penting. Mereka rela tidak punya TV demi pendidikan
anak-anaknya. Disaat teman-teman ibu sekantor sudah punya mobil, kami harus
puas dengan motor bebek yang mengantarkan kami ke sekolah secara bergantian.
Ah...ibu..kasihmu sepanjang masa. Sampai kau tiadapun, kami selalu
merindukanmu. Kami sekarang sudah bisa berdiri sendiri dan membantu suami kami.
Ibu..pesanmu melekat di hatiku. Setidaknya sebelum ibu wafat, ibu bisa melihat
kami bahagia...katamu saat itu, melihat kalian bahagia saja, ibu sangat
bahagia. Semoga kau bahagia di SurgaNYA...Aamiin..
#daftarodop6